Dinasti Dan Dua Wajah : Ketika Anak Sang Buya Membawa Benderanya Ke ' Lapangan Lain '




INDSATU - Sebuah foto yang diunggah akun media sosialnya pada Rabu (15/10/2025) lalu berbicara lebih lantang dari sekadar pernyataan pers. Taufiqur Rahman, putra keempat Gubernur Sumatera Barat Buya Mahyeldi, tersenyum lebar. Di sebelah kirinya, Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dengan senyum khasnya. Di sebelah kanan, Raja Juli Antoni, Sang Sekjen yang piawai merangkai strategi. Latar belakangnya adalah ruang rapat DPP PSI di Jakarta. Pengumuman telah terjadi: Taufiq resmi memimpin DPW PSI Sumatera Barat.

Ini bukan sekadar rotasi pengurus partai. Ini adalah gempa politik kecil yang getarnya terasa hingga ke jantung basis massa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Ranah Minang. Sebab, Taufiq bukan politisi biasa. Ia adalah darah daging Mahyeldi, Ketua MPW DPW PKS Sumbar.

Lalu, apa yang membuat sang anak membawa benderanya ke “lapangan lain”?


Dari Kandas di PKS, Menancap di PSI


Jejak elektoral Taufiq di PKS masih hangat. Pada Pemilu 2024 yang baru lalu, ia maju sebagai caleg DPRD Sumbar dari partai yang dibesarkan ayahnya. Hasilnya: gagal melangkah ke parlemen. Kekalahan pribadi yang mungkin pahit.


Kini, dalam waktu yang cukup singkat, PSI memberikannya posisi puncak: pelaksana tugas Ketua DPW. Sebuah lompatan karir politik yang dramatis. Seorang elit PSI Pusat, Dedy Bachtiar, dengan yakin menyatakan ini adalah momentum. “Sudah saatnya PSI menjadi pemenang partai di Sumbar,” ujarnya, Kamis (16/10/2025). Klaimnya ambisius: dengan bergabungnya Taufiq, suara PSI diharapkan bisa melampaui PDI Perjuangan.


Strateginya terang benderang. PSI, partai yang identik dengan kaum muda urban dan isu-isu progresif, sedang berusaha untuk menyuarakan suara di daerah yang secara sosial-kultural lebih konservatif seperti Sumbar. Kehadiran Taufiq adalah jembatan emas. Ia mengusung “darah politik” dari keluarga yang sangat dihormati di basis pemilih PKS dan masyarakat religius. Ia adalah simbol yang bisa melembutkan gambar PSI, sekaligus magnet untuk menarik simpatisan baru


   Spekulasi dan Cibiran: “Demokrasi Hidup di Rumah Buya”


Langkah berani ini tidak luput dari sorotan dan kritik. Ruang digital riuh dengan komentar warganet. Banyak yang mencibir, menyyangkan, dan membaca ini sebagai sebuah skenario politik keluarga, bukan pilihan ideologis murni.


Seorang warganet menulis dengan pedas, "Demokrasi hidup di rumah Buya Mahyeldi. Tidak mungkin itu datang tiba-tiba, langkah politik Taufiqurrahman adalah langkah politik seizin ayah. Partai kanan dan kiri dipegang keluarga Mahyeldi."


Pengungkapannya menyiratkan sebuah tafsir: ini adalah manuver untuk memperkuat pengaruh keluarga Mahyeldi, terlepas dari partai label. Sebuah diversifikasi portofolio politik. Jika PKS adalah “basecamp”, maka PSI adalah “cabang” baru yang diharapkan dapat menghasilkan suara. Dengan demikian, pengaruh Dinasti Mahyeldi tetap terjaga, baik di kubu konservatif-agama (PKS) maupun di kubu muda-progresif (PSI).


    Hingga berita ini diturunkan, satu suara yang paling ditunggu masih bungkam: Buya Mahyeldi sendiri. Sang Gubernur, yang juga tokoh sentral PKS, belum memberikan tanggapan resmi. Diamnya justru menambah ruang bagi berbagai spektrum. Apakah ini sebuah restu politik terselubung? Atau sebuah “pemberontakan” halus yang diamkan?


   Panggung Baru, Pertaruhan Besar


Penunjukan Taufiq adalah sebuah eksperimen politik berisiko tinggi. Bagi PSI, ini adalah kartu truf untuk menembus benteng Sumbar. Namun, mereka juga berisiko dianggap sebagai partai yang oportunistik, mengabaikan kader internalnya demi merekrut “nama besar”.


Bagi Taufiq, ini adalah peluang untuk membangun identitas politiknya sendiri, lepas dari bayang-bayang sang ayah. Namun, ia juga dihadapkan dengan tuduhan yang mengungkapkan “ideologi keluarga” dan beban untuk membuktikan bahwa penunjukannya bukan semata-mata karena marger politik, tetapi benar-benar karena kapasitasnya.


Bagi Mahyeldi dan PKS, situasi ini ibarat buah simalakama. Mencela berarti mengkritik anak itu sendiri. Membiarkan berarti membiarkan sebuah narasi tentang dinasti politik yang tidak berkesudahan.


Panggung telah disiapkan untuk Taufiq. Tirai telah dibuka. Pertunjukan dimulai. Tapi pertanyaannya, siapa sebenarnya sutradara di balik layar drama politik keluarga ini? Jawabannya mungkin tersembunyi di dalam diamnya seorang Buya. Dan Sumatera Barat, dengan segala dinamikanya, menjadi penonton yang paling kritis.(*)


Sumber : RRM PRO 4 .

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.indsatu.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred : Yendra