Oleh : Yuzal effendi
INDSATU - memilukan yang menimpa keluarga Diana Pramita Rusdi, kakak dari almarhumah Siska Oktaviani Rusdi (alias Cika), bukan sekadar kisah kriminal. Ini adalah jeritan hati yang memecah nurani, gambaran nyata dari kehancuran sebuah keluarga akibat pengkhianatan paling keji dari orang yang mereka percaya: Satria Jhuwanda Putra (Wanda), yang tak lain adalah kekasih Cika.
Selama lebih dari setahun keluarga ini hidup dalam ketidakpastian, berharap dan menunggu kabar dari Cika yang hilang tanpa jejak.
Ayah mereka wafat dengan menyimpan pertanyaan besar tentang keberadaan anak perempuannya. Dan ibunda mereka, tak kuat menahan guncangan batin, turut berpulang setelah mengetahui bahwa jasad Cika ditemukan dalam kondisi mengenaskan dikubur di dalam sumur tua, korban dari kebiadaban orang yang selama ini mereka anggap bagian dari keluarga.
Bagaimana mungkin seorang manusia tega melakukan tindakan sekejam itu terhadap orang yang dia cintai? Lebih dari itu, Wanda tetap hadir di tengah keluarga, menanyakan kabar, memberi THR saat Lebaran topeng munafik yang menyayat perasaan dan menambah luka yang sudah terlalu dalam.
Diana, yang baru melahirkan dan dalam kondisi fisik lemah, harus menelan kenyataan pahit dalam satu hari, sang adik ditemukan dalam kondisi tak bernyawa, dan ibunda tercinta wafat karena duka yang tak tertanggungkan.
Pulang kampung dalam diam, dengan mata sembab dan jiwa remuk, Diana hanya bisa bersimpuh di depan jasad ibunya, dalam duka yang tak dapat diucapkan dengan kata.
Kini, hanya dua orang yang tersisa dari keluarga kecil ini: Diana dan adiknya, Tri Ibnu Rusdi alias Ibnu (16). Seorang remaja SMP yang tiba-tiba menjadi yatim piatu dan harus menjalani hidup dengan luka mendalam, psikologis yang terguncang, dan masa depan yang belum tentu cerah.
Ibnu harus berjuang, tak hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk bertahan demi melanjutkan harapan orangtua dan kakaknya yang kini telah tiada.
Kisah ini bukan sekadar berita. Ini adalah potret nyata bagaimana kejahatan bisa menghancurkan sebuah keluarga secara total. Kepercayaan dibalas dengan pengkhianatan, cinta dibayar dengan darah, dan harapan dipadamkan dengan kejamnya realita.
Hukum harus ditegakkan. Tidak ada tempat bagi pelaku kejahatan sekeji ini selain hukuman setimpal yang maksimal, sebagai bentuk keadilan bagi korban dan pelajaran bagi masyarakat.
Diana dan Ibnu adalah simbol ketabahan. Tapi mereka juga adalah bukti bahwa sistem perlindungan dan keadilan harus lebih kuat, lebih sigap, dan lebih berpihak pada korban. Ibnu, dalam kesendiriannya, tetap menyimpan impian untuk melanjutkan pendidikan, meski dunia yang dikenalnya telah hancur berantakan.
Mari kita tidak hanya bersimpati...
Mari kita bersuara untuk keadilan, memberi dukungan moral, dan jika memungkinkan, bantuan nyata untuk masa depan Ibnu. Karena di balik duka yang dalam, ada seorang anak yang masih ingin hidup, bermimpi, dan tumbuh meski dengan hati yang terluka.(*)
0 Komentar