INDSATU - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan berupa pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyampaikan penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan panjang.
“Dari hasil pendalaman, keterangan saksi-saksi, dan juga alat bukti yang ada, pada sore ini hasil dari ekspose telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” ujar Anang dalam konferensi pers dilansir dari Kompas.com, Kamis (4/9).
Pendiri dan eks bos Gojek itu langsung ditahan di Rutan Salemba untuk keperluan penyidikan.
Hari ini, Nadiem kembali menjalani pemeriksaan untuk ketiga kalinya. Ia hadir bersama kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, mengenakan kemeja hijau dan membawa tas jinjing hitam ke Gedung Pidsus Kejagung.
Anang menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Nadiem didasarkan pada pemeriksaan besar-besaran.
“Penyidik melakukan pendalaman, pemeriksaan, dan pemanggilan terhadap saksi kurang lebih 120 orang dan juga 4 ahli,” katanya.
Proses digitalisasi pendidikan dengan laptop Chromebook dimulai tidak lama setelah Nadiem menjabat Mendikbudristek pada Oktober 2019.
Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbudristek, yang masih buron, Ibrahim Arief, mantan konsultan Kementerian sekaligus mantan Vice President Bukapalak, dan dua pejabat kementerian Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah.
Mereka diduga aktif mengarahkan pengadaan 1,2 juta unit laptop agar menggunakan sistem operasi Chrome OS, bertentangan dengan rekomendasi tim teknis yang menyarankan penggunaan Windows.
Proyek ini mencakup pengiriman laptop ke berbagai daerah, termasuk wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Namun, efektivitas Chromebook dipertanyakan karena perangkat ini sangat bergantung pada jaringan internet, sementara di banyak daerah 3T akses internet masih terbatas.
Kelemahan tersebut membuat digitalisasi pendidikan tidak berjalan optimal.
Kejagung menduga negara dirugikan hingga Rp1,98 triliun dari proyek ini. Rinciannya, Rp480 miliar berasal dari kerugian item software (CDM) dan Rp1,5 triliun dari mark up harga laptop.(*)
0 Komentar