INDSATU – Gelaran peringatan HUT ke-80 RI yang meriah masih terdengar dari berbagai penjuru negeri. Anak bangsa dengan bangga menumpahkan segala kreativitasnya. Agaknya itu pula yang dihelat komunitas Studio 31, Padang. Secara gotong royong, para seniman itu bersama-sama menggelar pameran seni rupa lukisan dan patung serta pementasan seni musik dan baca puisi dengan mengusung tema “Merespon Ruang Menuju Lebih Merdeka”, Senin (19/08/2025).
Mereka yang menampilkan karya patung dan lukisannya adalah Amrianis, Anita Dikarina, Apache, Ardim, Bambang ART, Doni Bule, Prof. Dr. Farida Mayar, Harnimal., Irwanto, Irawan Winata, Jamaidi, Jefnil, Jon Wahid, John Hardi, Minda Sari, Syam Chaniago, Tomy Junaidi, Trikora Irianto, Zareflina dan Zoel Manik. Sedangkan Armeynd Sufhasril, Andria Chatri Thamsin, Irawan Winata, Armunadi tampil baca puisi. Ekaprasanta Grup mengisi pertunjukkan musik.
Tetapi jangan kaget, ketika karya seni itu dipamerkan atau pementasan bukan di sebuah tempat yang refresentatif dengan pencahayaan yang cukup atau ruangan sejuk dengan pendingin ruangan. Sebab, segala kreativitas yang mereka suguhkan itu dipajang di gedung kebudayaan Sumbar yang terbengkalai. Masyarakat Kota Padang yang ingin menikmati karya-karya mereka, silakan merapat. Pameran tersebut digelar hingga Jumat (22/08/2025).
Saat pembukaan pameran, Senin malam, tokoh seniman Sumbar, Yeyen Kiram mengurai cerita pilu. Kreativitas berupa pematung, perupa dan seni instalasi harus terus berjalan sebagai proses berkelanjutan meski ada atau tanpa kehadiran pemerintah sekalipun. Tetap berkarya di antara bengkalai bangunan, lalu mengeksplorasinya di antara tiang gedung kebudayaan yang lebih 10 tahun terakhir ini terlantar oleh kebijakan tanpa perhitungan.
“Nyatanya, semua hal tersebut tidak mengurangi daya juang para seniman dalam tetap menyulut api semangat berkesenian. Para seniman memeriahkan HUT RI dengan caranya sendiri,” ucap Yeyen.
Tentunya apresiasi untuk para seniman Sumbar, terutama Erwin Awal sebagai Ketua Panitia serta Anita Dikarina sebagai inisiator pelaksanaan pameran.
Pertunjukan puisi oleh Andria C Tamsin dan Irawan Winata yang diiringi musik lembut malam itu, mampu menghipnotis pengunjung. Dalam puisinya, Andria menyampaikan kritikan terhadap perilaku penyelenggara negara dan pemerintahan. Semua yang ada, ini dan itu, adalah punya dia, ha ha ha ha.
Kurator, Armunadi menyampaikan, peringatan HUT RI yang makin menua ini, capaian yang diraih tidak hanya terukur dalam usia, tetapi juga dalam kedalaman pengalaman kolektif. Kemerdekaan yang dulu diraih dengan perjuangan fisik kini bergeser menjadi medan baru: membebaskan pikiran, menghidupkan kembali ingatan, dan memberi ruang bagi keberagaman untuk tumbuh tanpa takut dibungkam.
“Tema “Menuju Lebih Merdeka” diangkat bukan untuk menutup sejarah, tetapi untuk membuka percakapan tentang masa depan yang lebih lapang dan seni menjadi bahasa yang mempersatukan perbedaan, menghubungkan masa lalu dengan visi ke depan,” katanya.
Pameran ini mempertemukan lukisan, patung, dan instalasi dari para perupa lintas generasi yang masing-masing membawa bahasa visualnya sendiri. Dalam karya-karya Zoel Mannix, Trikora, Mindasari, Jon Wahid, dan Jamaidi, lanskap menjadi ruang perenungan: laut yang dihempas badai, desa yang teduh, taman mahoni yang sunyi, dan muara yang menyimpan arus kenangan. Mereka mengingatkan bahwa kemerdekaan juga berarti memiliki tempat untuk kembali-ruang batin yang aman bagi identitas dan memori.
Di Ada sisi lain, karya-karya tiga dimensi seperti Weaving Two Worlds dan Dialog Bentuk karya Anita Dikarina, hingga Studi Kelopak karya John Hardi, memperlihatkan kemerdekaan sebagai proses membangun harmoni di antara bentuk yang berbeda. Bidang-bidang yang saling menopang, dan kelopak yang mekar dalam kesabaran-semuanya menandakan bahwa kebebasan sejati bukanlah berdiri sendiri, melainkan bernegosiasi dan hidup bersama.
Instalasi Kaum Lorong karya Irawan Winata menembus batas medium, mentransformasikan teks sastra menjadi ruang pengalaman yang dapat disentuh, dilihat, dan diresapi-menegaskan bahwa merdeka juga berarti menolak untuk membatasi diri pada suatu yang dianggap mapan.
“Menuju Lebih Merdeka” adalah ajakan untuk melihat seni bukan sekadar sebagai cermin, tetapi sebagai pintu. Pintu menuju keberanian untuk berbeda, untuk merayakan yang rapuh dan yang kuat, yang tradisi dan yang eksperimental.
“Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, para perupa dalam pameran ini menegaskan bahwa kemerdekaan adalah kerja yang tak pernah selesai, dia tumbuh di setiap gurat kuas, di setiap pahatan, di setiap ruang kosong yang mengundang kita untuk mengisinya dengan imajinasi,” tandasnya. (Devi/indsatu)
0 Komentar