INDSATU - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memperingatkan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi gempa besar akibat zona megathrust yang tersebar di Indonesia. Melalui unggahan di akun resmi @InfoBMKG, lembaga tersebut menegaskan bahwa Indonesia memiliki 13 zona megathrust aktif yang “tinggal menunggu waktu” melepaskan energi besar.
Megathrust adalah zona pertemuan dua lempeng tektonik di mana salah satunya menyusup ke bawah yang lain, menimbulkan penumpukan energi raksasa yang bila dilepaskan bisa memicu gempa kuat hingga tsunami. Beberapa segmen megathrust sudah lama tidak melepaskan energi, seperti segmen Selat Sunda (terakhir 1757) dan Mentawai-Siberut (1797), kondisi yang disebut seismic gap.
BMKG memetakan zona megathrust dari Aceh hingga Papua, di antaranya Megathrust Aceh-Andaman (M9,2), Nias-Simeulue (M8,7), Mentawai-Siberut (M8,9), Enggano (M8,4), Selat Sunda (M8,7), dan Papua (M8,7). Garis subduksi yang membentang dari barat Sumatra, selatan Jawa, hingga Maluku dan Sulawesi menunjukkan bahwa wilayah pesisir selatan Indonesia termasuk kawasan rawan.
BMKG menegaskan belum ada teknologi yang bisa memprediksi waktu dan lokasi pasti gempa. Istilah “tinggal menunggu waktu” bukan ramalan, melainkan penjelasan ilmiah bahwa energi besar sudah lama tersimpan. Karena itu, masyarakat diimbau memahami langkah penyelamatan seperti Drop, Cover, and Hold On, mengenali jalur evakuasi, serta mengikuti informasi resmi BMKG.
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebut dua segmen yang paling patut diwaspadai saat ini adalah Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Gempa di wilayah ini merupakan bagian dari aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menekan ke bawah lempeng Eurasia.
Sementara itu, peneliti BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, memperingatkan potensi gempa hingga M8,7 di selatan Jawa Barat hingga Selat Sunda yang dapat menimbulkan tsunami besar. Gelombang tsunami diperkirakan mencapai 4–8 meter di pesisir Banten, lebih tinggi di Lampung, dan bahkan bisa menjangkau pesisir Jakarta setinggi 1–1,8 meter sekitar 2,5 jam setelah gempa.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa isu megathrust bukan hal baru, namun peringatan kembali digemakan agar masyarakat tidak lengah dan segera melakukan mitigasi. Upaya mitigasi dilakukan melalui edukasi publik, simulasi evakuasi, serta pengembangan sistem peringatan dini gempa (INA-EEWS) yang dapat memberi peringatan hingga 20 detik sebelum guncangan besar.
Dwikorita juga menyoroti Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kawasan dengan aktivitas seismik tinggi. Dalam 10 tahun terakhir, tercatat lebih dari 100 gempa bermagnitudo di atas 5. Potensi megathrust di selatan Jawa diperkirakan mencapai M8,8 dan berpotensi memicu tsunami besar. Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) pun dirancang tahan gempa dan tsunami sebagai simbol kesiapsiagaan bencana.
BMKG terus memperluas program edukasi seperti Masyarakat Siaga Tsunami dan BMKG Goes To School, yang telah menjangkau ribuan peserta dan beberapa desa yang diakui UNESCO sebagai masyarakat tangguh tsunami.
Pesan akhirnya jelas: bencana tidak dapat dicegah, namun dampaknya bisa dikurangi. Dengan kesiapsiagaan, nyawa dapat diselamatkan dan pembangunan tetap berkelanjutan.(*)
Sc CNBC
0 Komentar