Pesan Politik Buya Mahyeldi, PKS, dan Taufiqur Rahman di Tubuh PSI




Oleh: Pax Alle (William Nursal Devarco)

Founder JPI (Jaringan Publik Indonesia)

INDSATU -  Langkah politik anak Gubernur Sumatera Barat, Taufiqur Rahman Mahyeldi, menerima mandat sebagai Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumbar dari Ketua Umum Kaesang Pangarep, menimbulkan resonansi luas di kalangan publik dan elite politik daerah.

Penunjukan ini bukan sekadar rotasi struktural partai, melainkan mengandung pesan simbolik, spiritual, dan strategis di tengah dinamika politik Sumbar yang tengah bergeser menuju generasi baru kepemimpinan.


Sebagai putra Buya Mahyeldi Ansarullah, ulama dan Gubernur Sumbar yang dikenal dengan akar dakwah dan ideologi PKS, Taufiqur Rahman tumbuh dalam kultur moralitas dan kesalehan sosial. Namun kini, langkahnya menuju PSI — partai yang dikenal progresif, plural, dan modern — menggeser persepsi publik dari politik dakwah menjadi politik dialog dan diversifikasi.


Jika Buya Mahyeldi melambangkan keteguhan nilai dan politik moral, maka Taufiq tampil sebagai representasi generasi penerus yang berani melintasi sekat ideologis, menjembatani dua dunia: idealisme Islamis dan realitas politik terbuka.


Secara ideologis, PKS dan PSI sering dianggap berdiri di dua kutub politik nasional. Namun dalam konteks Sumatera Barat, keduanya kini bersentuhan melalui satu poros besar: regenerasi kepemimpinan muda yang beretika dan visioner.


Langkah Taufiq memberi sinyal bahwa politik nilai bisa bersanding dengan politik keterbukaan, tanpa harus kehilangan akar keislaman maupun kearifan lokal Minangkabau.

Ia membawa pesan baru bahwa “politik dakwah” tak harus eksklusif, dan “politik progresif” tak mesti menafikan agama.


Sebagai sosok ulama dan pemimpin daerah, Buya Mahyeldi memahami bahwa dalam politik, tidak semua keputusan mesti dikendalikan dari atas.

Ia tampak lebih memilih menjadi guru moral daripada pengatur jalur politik anak-anaknya.

Langkah Taufiq tampak tetap sejalan dengan nilai-nilai yang ditanamkan sang ayah — tentang ketulusan, adab, dan kerja keras.


Karena itu, langkah politik Taufiq tidak bisa dibaca sebagai pembelotan, tetapi lebih tepat dimaknai sebagai pencerahan politik generasi baru: Islam yang terbuka, politik yang santun, dan kepemimpinan yang beradaptasi terhadap perubahan zaman.


Sebagian publik menilai, penunjukan Taufiq bukan semata strategi kaderisasi PSI, melainkan juga manuver jangka panjang menjelang Pilkada Sumbar berikutnya.

Dengan latar belakangnya sebagai anak gubernur dan figur muda berkarakter, Taufiq bisa diasumsikan sebagai “Gibran level provinsi” — sosok muda yang dipersiapkan menuju panggung eksekutif.


Bahkan tidak menutup kemungkinan, jika dinamika politik berjalan mulus, ia disiapkan menjadi Calon Wakil Gubernur pendamping Vasco Ruseimi, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat mendampingi Buya Mahyeldi Ansarullah.


Kaesang Pangarep tentu memahami nilai simbolik dari langkah ini: mempertemukan generasi muda religius dengan kekuatan politik rasional dan nasionalis.


Langkah Taufiqur Rahman, bila dijalani dengan ketulusan dan integritas, bisa menjadi model baru politik transformatif di Sumatera Barat — politik yang tidak lagi sekadar soal bendera partai, tetapi tentang nilai, keberanian, dan kesadaran lintas generasi.


Sumbar kini bergerak menuju babak baru.

Bukan lagi tentang siapa yang berkuasa, tapi tentang siapa yang mampu membawa kesadaran baru dalam berpolitik — politik yang berakhlak, cerdas, dan berkeadaban.(*)


* Pax Alle (William Nursal Devarco)

Founder Jaringan Publik Indonesia




Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.indsatu.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred : Yendra